Bila anda Muslim dan telah usai bersantap sahur pada bulan suci Ramadhan 1435 H ini, khususnya pada rentang waktu semenjak 20 Juli 20...
Bila anda Muslim dan telah usai
bersantap sahur pada bulan suci Ramadhan 1435 H ini, khususnya pada
rentang waktu semenjak 20 Juli 2014 hingga seminggu kemudian, janganlah
buru-buru beranjak tidur (lagi). Tetaplah terjaga hingga waktu Shubuh
tiba. Usai menunaikan shalat Shubuh, jika cuaca cerah maka carilah
tempat lapang dengan arah pandang terbuka ke langit timur, tanpa
terhalang bukit/gunung maupun bangunan. Cermati mataangin di antara arah
timur laut dan timur. Maka akan terlihat sebintik cahaya terang
demikian berbinar, jauh melebih terangnya titik-titik cahaya bintang
gemintang disekelilingnya. Titik cahaya benderang ini merupakan Venus, sang bintang kejora yang sejatinya adalah planet tetangga terdekat ke Bumi kita.
Cermati Venus
dan lingkungan sekitarnya dalam menit-menit berikutnya, setidaknya
hingga setengah jam sebelum terbitnya mentari. Pada saat itu sapuan
cahaya fajar telah demikian merata di langit timur dan mulai mengembara
ke segala arah, sehingga bintang-gemintang pada umumnya mulai tak
terlihat, bersembunyi dibalik cerlangnya cahaya fajar. Namun Venus masih akan terlihat terang meski mulai sedikit memudar. Arahkan pandangan mata ke sudut di sisi kiri bawah Venus. Maka akan terlihat pula sebuah bintik cahaya lainnya, yang juga relatif terang meski tak sebenderang Venus dan berkedudukan lebih rendah terhadap kaki langit timur. Bintik cahaya ini adalah Merkurius, planet terdekat ke Matahari dalam sistem tata surya kita sekaligus planet tetangga terdekat ketiga bagi Bumi.
Mungil
Kita telah mengenal Merkurius
semenjak awal mula peradaban. Planet ini kerap menghiasi langit timur
menjelang terbitnya mentari, atau sebaliknya menjadi bagian dari lukisan
langit senja pasca terbenamnya sang surya. Ia kadang tampil bersama
dengan Venus, namun di lain waktu dapat pula muncul sendirian. Bedanya dengan Venus, Merkurius
tak pernah bisa mencapai kedudukan yang cukup tinggi terhadap kaki
langit timur maupun barat. Sebab sebagai planet terdekat ke Matahari, Merkurius
hanya bisa mencapai elongasi maksimum 28 derajat terhadap Matahari,
baik elongasi barat maupun timur. Dengan kata lain, tinggi maksimum yang
bisa dicapai Merkurius hanyalah 28 derajat terhadap kaki langit tepat di kala Matahari terbit maupun terbenam.
Merkurius
adalah planet terdekat ke Matahari sekaligus planet dengan orbit
terlonjong. Ia beredar mengelilingi Matahari dalam orbit lonjongnya
dengan titik terdekat ke Matahari (perihelion) sejarak 46 juta
kilometer, sementara titik terjauhnya (aphelion) berjarak 70 juta
kilometer. Bandingkan dengan Bumi kita, yang perihelionnya sejauh 147,5
juta kilometer sementara aphelionnya berjarak 152,5 juta kilometer.
dengan jarak lebih dekat, Merkurius
pun memiliki periode revolusi lebih kecil. Planet ini hanya butuh 88
hari untuk menyelesaikan orbitnya. Sebaliknya ia berputar sangat lambat
pada sumbunya, jauh lebih lambat dibanding Bumi. Merkurius
membutuhkan waktu 59 hari sekali untuk berotasi pada sumbunya (hari
bintang). Namun jika mengacu pada kedudukan Matahari, maka Matahari akan
terlihat terbit pada satu titik di permukaan Merkurius
setiap 176 hari sekali (hari Matahari), atau tepat dua kali lipat nilai
periode revolusinya. Bandingkan dengan Bumi kita, yang hari bintangnya
hanya 23 jam 56 menit 4 detik sementara hari Matahari-nya hanya 24 jam.
Meski hanya sepelemparan batu dari Bumi, Merkurius
menjadi salah satu planet paling misterius. Tumbuh dan berkembangnya
era teleskop dalam astronomi tak banyak membantu. Sebab meski teleskop
kian lama kian besar dan memiliki kemampuan perbesaran kian bagus saja
sehingga memungkinkan untuk memetakan planet-planet lain, keuntungan itu
tak berlaku bagi Merkurius. Posisinya yang terlalu dekat dengan Matahari membuat Merkurius
baru muncul di langit kala langit sudah berlabur cahaya senja ataupun
cahaya fajar, sehingga tak ideal untuk observasi teleskop. Berkembangnya
instrumen pencitra (kamera) yang lantas dipadukan dengan
teleskop-teleskop raksasa masa kini kian memperparah situasi.
Instrumen-instrumen itu sangat sensitif terhadap cahaya benderang.
Bahkan jika cahayanya terlalu terang (intensitas cahayanya terlalu
tinggi), instrumen pencitra itu bakal rusak permanen. Inilah alasannya
mengapa teleskop sekelas teleskop landasbumi Hubble tak pernah diarahkan
untuk mengamati Merkurius, pun teleskop-teleskop reflektor tercanggih terkini di permukaan Bumi dengan cermin-cermin obyektifnya yang demikian gigantik.
|
|
Satu-satunya cara mempelajari Merkurius
lebih detil hanyalah dengan mengirim wahana antariksa takberawak ke
sana. Hal ini baru terlaksana saat pada 1974 saat wahana Mariner 10
(yang diterbangkan Amerika Serikat melalui NASA) berhasil melintas di
dekat Merkurius.
Selama kurun 1974 hingga 1975, Mariner 10 terbang melintas dekat planet
mungil hingga tiga kali namun tidak ditujukan untuk mengorbitinya.
Dalam keterbatasan itu, Mariner 10 berhasil memetakan 45 % permukaan Merkurius sekaligus mengungkap sebagian rahasianya. Pekerjaan Mariner 10 kemudian dituntaskan oleh wahana MESSENGER, yang melintas dekat Merkurius hingga tiga kali selama kurun waktu 2008-2009 untuk kemudian beredar mengelilingi planet itu semenjak Maret 2011.
Merkurius
ternyata adalah planet termungil dalam tata surya kita, dengan garis
tengah 4.880 km atau hanya sepertiga ukuran Bumi kita, atau sedikit
lebih besar dari Bulan. Temperatur permukaannya bervariasi di antara
sepanas 450 derajat Celcius di kala siang hingga sebeku minus 200
derajat Celcius di saat malam. Planet ini pun diselimuti atmosfer
walaupun sangat tipis dan juga memiliki pelindung medan magnet meski
kekuatannya 100 kali lebih lemah dibanding magnetosfer Bumi.Namun yang
paling mengejutkan adalah struktur internalnya. Merkurius memiliki massa jenis rata-rata 5,3 kali lipat air, menjadikannya planet terpadat dalam tata surya kita. Selain itu Merkurius juga memiliki inti yang sangat besar, hingga 80 % jari-jari planet tersebut dengan massa hingga 65 % massa Merkurius.
Bandingkan dengan Bumi kita, yang intinya hanya 50 % jari-jari Bumi
dengan massa hanya 32 % massa Bumi. Kulit (kerak dan selubung) Merkurius jauh lebih tipis dibanding Bumi, sehingga jika Merkurius disandingkan dengan Bumi maka bisa diibaratkan seperti jeruk medan berdampingan dengan jeruk bali.
Tabrak Lari
Bagaimana Merkurius bisa seaneh ini?
Gagasan terpopuler pada saat ini adalah Merkurius merupakan sisa dari peristiwa dahsyat yang dialami Merkurius purba. Saat itu Merkurius purba berukuran lebih besar dan setidaknya 2,25 kali lipat lebih massif. Tetapi seperti nasib Bumi purba, Merkurius purba pun bertabrakan dengan planet asing purba berdiameter seribuan kilometer dengan massa seperenam massa Merkurius
purba. Tabrakan ini adalah imbas ganasnya tata surya kita saat masih
berusia sangat muda sehingga sangat kacau-balau. Karena planet asing
penabraknya lebih kecil, hanya massa kerak dan mantel Merkurius yang terdampak berat dalam tabrakan ini. Sebagian massa kerak dan selubung Merkurius terkelupas, rontok dan lantas beterbangan ke langit. Namun inti Merkurius tidak terpengaruh. Inilah kenapa Merkurius
kemudian memiliki kulit sangat tipis dan sebaliknya mempunyai inti yang
terlalu besar dibanding planet-planet kebumian lainnya. Gagasan ini
lantas dikenal sebagai gagasan Percikan Besar (big-splat hypothesis).
Seiring suksesnya gagasan serupa dalam menjelaskan asal-usul Bulan, gagasan Percikan Besar Merkurius
pun segera merengkuh popularitas tertinggi. Namun belakangan disadari
bahwa gagasan ini tidak sepenuhnya mampu memecahkan aspek-aspek
misterius Merkurius.
Misalnya, bagaimana planet mungil ini bisa demikian kaya akan besi
dengan konsentrasi besi metaliknya hingga 2 kali lipat lebih besar
dibanding planet kebumian lainnya? Juga bagaimana Merkurius
bisa tetap mengandung substansi gampang menguap (volatil) seperti air,
belerang, timbal, kalium dan natrium dalam jumlah besar? Kadar substansi
gampang menguap di Merkurius
justru lebih besar ketimbang substansi sejenis di Bulan. Padahal jika
Percikan Besar benar-benar terjadi, substansi gampang menguap itu
seharusnya sangat sulit dijumpai karena seharusnya telah habis menguap
kala Merkurius purba masih sangat panas sesaat pasca Percikan Besar terjadi.
|
|
Untuk mengatasi kesulitan tersebut,
astronom Eric Asphaug (Arizona State University, Arizona, Amerika
Serikat) bersama dengan astronom Andreas Reufer (University of Bern,
Swiss) mengapungkan sebuah gagasan baru nan kontroversial yang
dipublikasikan pada awal Juli 2014 ini. Bagi Asphaug-Reufer, masalah
yang masih tersisa dalam gagasan Percikan Besar Merkurius bisa diatasi bilamana kita menata ulang posisi Merkurius purba dan planet asing purba tersebut. Merkurius
purba bukanlah benda langit yang ditabrak, melainkan sebagai penabrak.
Inilah gagasan yang secara tak resmi dinamakan gagasan tabrak lari
kosmik (hit-and-run hypothesis).
Lewat simulasi komputernya Asphaug-Reufer memperlihatkan bahwa sebelum tabrakan terjadi, Merkurius purba adalah protoplanet bermassa 4,52 kali lipat Merkurius saat ini atau setara seperempat massa Bumi terkini. Sementara planet asing purba itu memiliki massa 15,37 kali lipat Merkurius
saat ini atau setara 0,8 massa Bumi saat ini. Pada suatu waktu di kala
usia surya kita masih amat sangat muda, terjadilah situasi demikian rupa
sehingga Merkurius purba melejit ke arah planet asing purba tersebut. Baik Merkurius
purba maupun planet asing purba itu masih sama-sama menyandang status
protoplanet, namun sudah mulai mengalami diferensiasi kimiawi sehingga
bakal inti dan bakal selubungnya telah terbentuk. Maka tabrakan pun tak
terhindarkan lagi. Merkurius purba menubruk planet asing purba itu dengan kecepatan relatif 13,81 km/detik (49.700 km/jam) pada sudut 34 derajat.
Tubrukan itu melepaskan energi sangat
besar, setara dengan total energi yang dilepaskan Matahari kita saat ini
selama 102,36 jam berturut-turut. Energi yang sangat besar membuat Merkurius
purba rontok sepenuhnya, muncrat menjadi debu, pasir dan bebatuan panas
beragam ukuran yang terlontar ke arah tertentu. Sebaliknya planet asing
purba itu bernasib sedikit lebih baik, hanya separuh bagiannya yang
rontok dan tersembur ke angkasa. Sisanya masih mampu mempertahankan diri
dan segera mengorganisir diri kembali di bawah pengaruh gravitasinya
sendiri. Pada saat yang sama, remah-remah Merkurius
purba khususnya bekas bakal intinya pun mulai menggumpal kembali hingga
pada akhirnya terbentuk gumpalan membundar (spheris) yang lebih kecil
dibanding Merkurius
purba pra-tabrakan. Maka hanya dalam 5 jam pasca tabrakan, telah
terbentuk dua gumpalan besar yang baru dan berbeda ukuran. Gumpalan yang
lebih besar adalah planet asing purba yang kini telah sedikit mengecil.
Sementara gumpalan yang lebih kecil merupakan proto-Merkurius,
yang setelah mendingin terus berkembang menyerap debu dan pasir yang
dijumpai disekelilingnya (termasuk yang mengandung substansi gampang
menguap) hingga akhirnya menjadi Merkurius masa kini. Karena didominasi bekas bakal inti Merkurius purba pra-tabrakan, maka tidak mengherankan bila kita saat ini melihat Merkurius sebagai planet dengan inti yang terlalu besar.
Kapan tabrak lari kosmik ini terjadi?
Baik Asphaug maupun Reufer tak menyebutkan skala waktunya, namun
kemungkinan besar berlangsung sebelum terjadinya Hantaman Akbar yang
membentuk Bulan kita. Sebab Asphaug-Reufer menyebut bahwa planet asing
purba yang ditabrak Merkurius purba pada Tabrak Lari ini mungkin berkembang lebih lanjut menjadi proto-Venus atau bahkan malah proto-Bumi. Sementara sisa remah-remah tabrakan, baik yang tercukur dari Merkurius
purba maupun planet asing purba tersebut, mungkin berkembang lebih
lanjut menjadi gumpalan-gumpalan planetisimal yang kelak membentuk
kawanan asteroid. Atau bisa saja ia tetap berwujud debu dan menjadi
bagian dari debu antarplanet yang mengisi ruang-ruang di antara
planet-planet dalam tata surya kita.
Gagasan Tabrak Lari ini menyisakan
kejutan. Dalam 5 jam pasca tabrakan, memang terbentuk dua gumpalan besar
yang kini kita ketahui sebagai planet asing purba itu dan proto-Merkurius. Tetapi sejatinya masih ada satu gumpalan lagi yang terbentuk, dengan ukuran sedikit lebih kecil dibanding proto-Merkurius namun dengan komposisi yang mirip. Gumpalan yang lebih kecil ini berposisi cukup dekat dengan proto-Merkurius, sehingga hampir pasti ia berkembang menjadi satelit alaminya alias Bulan-nya Merkurius. Namun di masa kini kita tahu bahwa Merkurius merupakan satu dari dua planet dalam tata surya kita yang sama sekali tak berpengiring (planet lainnya adalah Venus). Jadi kemana perginya Bulan Merkurius ini?
COMMENTS